Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa yang amat subur
Pulau melati pujaan bangsa
Sejak dulu kala
Melambai-lambai
Nyiur di pantai
Berbisik-bisik
Raja Klana
Memuja pulau
Nan indah permai
Tanah airku
Indonesia!
(Rayuan Pulau Kelapa, ciptaan Ismail
Marzuki)
Itu salah satu lagu favorit bunda,
Nak
Bunda senang menyanyikan lagu itu
Itu juga salah satu lagu yang dulu
sering bunda nyanyikan
Untuk meninabobokan Kakak Tara
Sambil membayangkan Lembah
Anai di tanah kelahiran nenek kalian
Atau hamparan pantai-pantai indah
berpayung ratusan pohon kelapa
Atau hamparan sawah berbatas
hutan
Tempat ayah kalian dulu
menghabiskan masa kecilnya
Atau sungai berkilauan diterpa
cahaya matahari sore di tengah
kebun teh
Berkelok-kelok bagai kalung mutiara
Tempat bunda dan tante kalian
bermain di akhir minggu di masa
kecil dulu
Bunda tidak tahu, Nak
Apakah kelak saat kalian dewasa
Masih ada tempat-tempat seperti itu
untuk kalian nikmati
Tapi tenang saja, Nak
Ayah bunda bertekat untuk terus
menjelajah
Dan menyimpan setiap jejak dalam
foto
Yang bisa kalian simpan dan lihat
kelak
Habis bagaimana lagi, Nak
Ayah bunda bukan birokrat
Yang punya kuasa dan cukup uang
Untuk menahan tangan-tangan
rakus
Yang selalu ingin memperkosa
tempat-tempat indah di negeri ini
Dan mungkin, Nak
Saat kalian dewasa
Kalian akan bertanya
Apanya yang aman dan makmur?
Sementara ada begitu banyak anak
jalanan
Tak terurus dilupakan negara
Banyak sekali orang miskin disana
sini
Yang sakitpun tak boleh
Karena ke rumah sakit hanya akan
bikin makin sakit
Belum lagi perampokan disana sini
Padahal katanya ini negeri yang
subur dan makmur
Jadi harusnya masyarakatpun hidup
nyaman
Morat marit memang, Nak
Seperti kain batik tulis indah yang
tercabik disana sini
Bunda tidak tahu kenapa jadi begitu
Gara-gara salah urus, katanya
Gara-gara orang-orang yang cuma
peduli
Pada kepentingan diri mereka sendiri
Mungkin saat kalian dewasa
Orang sudah lupa akan kasus-kasus
menyakitkan hati
Yang menunjukkan betapa tak
berdayanya kita
Menghadapi para tikus dan ular
Di setiap pojok ruang pemerintahan
Yang menggerogoti apa yang
harusnya jadi milik rakyat
Atau jangan-jangan saat kalian
dewasa
Akan ada kasus-kasus yang lebih
heboh
Yang lebih menyakitkan hati
Nak, bunda tidak suka menjadi
orang pesimis
Tapi kadang ada garis tipis antara
pesimis dan realistis
Walaupun yang tipis-tipis itu bikin
makin miris
Tapi mau bagaimana lagi, Nak
Rasanya makin lama makin jauh titik
terang itu
Pesan bunda pada kalian hanya satu
Apapun yang kalian dengar dan lihat
Cobalah gunakan ‘rasa’
Cobalah tetap mencintai negeri ini
Walaupun satu saat
Mungkin sulit bagi kalian untuk
menemukan keindahannya
Mungkin satu saat
Pemerkosaan hak azazi, hak alam
untuk berkembang, dan hak-hak
lainnya
Akan makin hebat
Tapi, Nak
Orang hanya bisa punya satu tanah
air
Dan ini adalah tanah air kalian
Kalian boleh melangkah sejauh
apapun kalian mau
Dan meninggalkan ayah bunda tua
renta
Menyaksikan kebusukan-kebusukan
negeri ini kelak
Jika sang penyelamat tak kunjung
datang menyelamatkan
keindahannya
Tapi ingatlah, Nak
Ini akar kalian
Dimana kalian lahir dan dibesarkan
Morat maritnya negeri ini
Bukan cermin Indonesia
Itu cuma cermin sekelompok
orang-orang biadab
Yang meletakkan uang jadi Tuhan
mereka
Mereka lupa, Nak
Bahwa Tuhan sudah menggariskan
Mereka jadi bagian dari tanah air ini
Mereka lupa
Untuk menghormati keputusan
Tuhan
Dengan berbuat hal-hal yang baik
untuk negeri ini
Janganlah kalian menjadi yang
demikian
Nak
Ada pepatah, hujan emas di negeri
orang, lebih baik hujan batu di
negeri